A. Sejarah Sumpah Pemuda
Sumpah Pemuda merupakan intisari dari isi
putusan kerapatan pemuda-pemudi Indonesia atau yang dikenal dengan Kongres
Pemuda l dan Kongres Pemuda II. Melalui hasil kongres itulah kita bisa mengenal
istilah satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa, yakni Indonesia yang
kemudian dikenal dengan nama Sumpah Pemuda.
Kongres Pemuda I berlangsung di Jakarta, pada
30 April—2 Mei 1926. Di kongres itu, mereka membicarakan pentingnya persatuan
bangsa bagi perjuangan menuju kemerdekaan. Kemudian, pada tanggal 27—28 Oktober
1928, para pemuda Indonesia kembali mengadakan Kongres Pemuda II. Pada kongres
pemuda II tempatnya pada tanggal 28 Oktober 1928 inilah diambil keputusan satu
tanah air, satu bangsa dan satu bahasa, yakni Indonesia. Itulah sebabnya
walaupun dalam putusan tersebut tidak ada kata ikrar dan sumpah pemuda tetapi
karena isi dari keputusan itu mengandung makna sumpah maka peristiwa tersebut
sampai sekarang terkenal dengan Sumpah Pemuda dan diperingati sebagai hari
Sumpah Pemuda.
1)
Kongres
Pemuda I
Peranan pemuda dalam
pergerakan nasional dimulai sejak berdirinya Budi Utomo tanggal 20 Mei 1908.
Dalam perkembangan selanjutnya, organisasi itu lebih banyak diikuti oleh
golongan tua. Oleh karena itu, para pemuda selalu ingin menggalang kekuatan
yang merupakan pencerminan aktivitas para pemuda. Pada tanggal 7 Maret 1915, di
Jakarta, para pemuda seperti dr. R. Satiman Wirjosandjojo, Kadarman, dan
Sunardi mendirikan organisasi kepemudaan yang keanggotaannya terdiri dari anak
sekolah menengah di Jawa dan Madura. Perkumpulan itu diberi nama
Trikoro Dharmo. Trikoro Dharmoartinya tiga tujuan mulia
yang meliputi: sakti, budi, danbakti. Tujuan perkumpulan ini adalah
mencapai Jawa Raya dengan cara memperkokoh rasa persatuan antar pemuda
Jawa, Madura, Sunda, Bali, dan Lombok.
Dalam rangka untuk
mewujudkan persatuan, pada kongres di Solo tanggal 12 Juli 1918, Trikoro Dharmo
diubah menjadi Jong Java. Tujuan yang ingin dicapai ialah mendidik para anggota
supaya kelak dapat memberikan tenaganya untuk membangun Jawa Raya. Cara yang
harus ditempuh untuk mewujudkan tujuan itu adalah mempererat perasatuan,
menambah pengetahuan anggota serta berusaha menimbulkan rasa cinta pada budaya
sendiri. Dalam perjuangannya, Jong Java tidak melibatkan diri dalam masalah
politik.
Kehadiran Jong Java
ini mendorong lahirnya beberapa perkumpulan serupa, seperti lahirnya Pasundan,
Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, Jong Batak, Jong Ambon, Jong Selebes,
Timorees ver Bond, PPPI (Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia), Pemuda
Indonesia/Jong Indonesia, Jong Islamienten Bond, Kepanduan, dan sebagainya. Di
samping gerakangerakan pemuda, juga terdapat organisasi wanita seperti Puteri
Indonesia, Aisijah, Wanita Sarekat Ambon, dan Organisasi Wanita Taman Siswa.
Keberadaan organisasi
yang bersifat kedaerahan itu melahirkan keinginan untuk menciptakan wadah
tunggal pemuda Indonesia. Upaya mewujudkan hal tersebut mulai dirintis melalui
Kongres Pemuda I yang dilaksanakan tanggal 30 April 1926 sampai dengan 2 Mei
1926 di Jakarta.
Terselenggaranya
Kongres Pemuda I tidak terlepas dari adanya Perhimpunan Indonesia. Pada tahun
1925 di Indonesia telah mulai didirikan Perhimpunan Pelajar – pelajar Indonesia
(PPPI), tetapi peresmiannya baru pada tahun 1926.anggota- anggotanya terdiri
dari pelajar-pelajar sekolah tinggi yang ada di Jakarta dan di Bandung. Para
tokoh PPPI antara lain adalah : Sugondo Djojopuspito, sigit, Abdul Sjukur,
Gularso, Sumitro, Samijono, Hendromartono, Subari, Rohjani, S. djoenet
Poesponegoro, Kunjtoro, Wilopo, Surjadi, Moh. Yamin, A.K. gani, Abu Hanifah,
dan lain-lain. PPPI di Indonesia sering mendapatkan kiriman majalah Indonesia
Merdeka dari Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda.
Disamping majalah
Indonesia Merdeka terbitan PPPI di negeri Belanda, PPPI sendiri juga
menerbitkan majalah Indonesia Raya. Yang pemimpin redaksinya Abu Hanifah.
Pandangan organisasi PPPI sudah menunjukkan persatuan dan kesatuan sebagaimana
yang terdapat pada PI. Pemuda-pemuda di Bandung menginginkan agar mulai
melepaskan sifat-sifat kedaerahan. Hal itu didasarkan atas dorongan Mr. sartono
dan Mr. Sunario, pada tanggal 20 Februari 1927 nama Jong Indonesia telah diubah
menjadi Pemuda Indonesia.
Para pemimpin
organisasi pemuda Indonesia ini ialah Sugiono, Sunardi, Moeljadi, Soepangkat,
Agus Prawiranata, Soekamso, Soelasmi, Kotjo Sungkono, dan Abdul Gani.
Sedangkan ketuanya pertama kali ialah Sugiono. Mengenai gerakan politik
organisasi pemuda ini belum belum ikut langsung dalam gerakan politik. Selama
beberapa tahun diperdebatkan bentuk persatuan yang diinginkan. Akhirnya para
pemuda Indonesia sepakat untuk mengadakan Kongres Pemuda yang berlangsung di
Jakarta pada 30 April-2 mei 1926. Nama – nama yang tertulis diatas mempunyai
andil yang cukup besar dalam pelaksanaan Kongres Pemuda 1. Namun, sampai berlangsungnya
kongres pemuda II pada tanggal 28 oktober 1928 organisasi Pemuda Indonesia
belum juga bergerak secara langsung di bidang politik.
Kongres Pemuda I
bertujuan untuk
a)
Membentuk badan
sentral organisasi pemuda Indonesia
b)
Memajukan paham
persatuan kebangsaan
c)
Mempererat hubungan
diantara semua perkumpulan pemuda kebangsaan
Kongres
Pemuda I ini dihadiri oleh wakil – wakil dari organisasi pemuda di seluruh
Indonesia, seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Sekar Rukun,
Jong Islamieten Bond, Jong Minahasa, dan Jong Batak. Dalam pidato pembukaannya
ketua panitia M. Tabrani meminta perhatian peserta untuk mencari cara
menyatukan semangat Nasional di kalangan pemuda. Moh. Yamin menyampaikan
pemikirannya tentang bahasa persatuan.
Dalam
pidatonya pada 2 Mei 1926, yang berjudul "Kemungkinan – kemungkinan Masa
Depan Bahasa dan sastra Indonesia". Yamin yakin bahwa dari sekian banyak
bahasa yang dipakai oleh suku bangsa Indonesia, bahasa melayu dan bahasa jawa
yang di harapkan menjadi bahasa persatuan. Namun, Yamin yakin bahasa Melayu
lambat laun akan menjadi bahasa persatuan atau bahasa pergaulan bagi rakyat
Indonesia.
Kongres
Pemuda 1 ini menerima dan mengakui cita – cita persatuan Indonesia, walaupun
perumusannya masih samar – samar dan belum jelas. Oleh karena itu, antara PPPI,
Pemuda Indonesia, Perhimpunan Indonesia, dan PNI berencana untuk memfusikan
organisasi mereka dengan alas an untuk mewujudkan persatuan Indonesia dan
persamaan cita – cita.
Peleburan
(fusi) dari organisasi pemuda itu ternyata semakin lama semakin diperlukan
karena kaum pemuda sangat merasakan bahwa bentuk organisasi masih bersifat
kedaerahan, seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Bataks
Bond, Sekar Rukun, Pemuda Kaum Betawi, Jong Islamieten Bond, Studerence
Minahasa, dan pemuda kaum Theosofi. Haal ini jelas tampak adanya perbedaan pada
waktu diselenggarakan Kongres pemuda 1. Dalam pembicaraan ternyata kepentingan
daerah masih sangat menonjol. Masalah bahasa juga menunjukkan masalah yang tak
mudah mendapatkan kesepakatan dalam kongres tersebut. Di samping itu juga masih
tampak sifat mementigkan daerah misalnya tentang adat yang ada di daerah masing
– masing. Untuk membentuk cita – cita bersama seperti rasa persatuan dan kesatuan
bangsa, maka hal – hal tersebut sangat menghambat. Untuk itulah, maka para
peseta merasa tidak puas dan ingin melanjutkan Kongres Pemuda yang berikutnya.
Sebenarnya
dalam Kongres Pemuda I tersebut, para peserta dan pemimpin Kongres telah
menunjukkan usaha yang keras untuk mencapai suatu cita – cita persatuan. Namun,
mengingat baru pertama kali Kongres Pemuda dilaksanakan, maka untuk mencapai
cita – cita yang dikehendaki masih mengalami kesulitan. Fanatisme terhadap adat
masih sangat kuat dan berpengaruh besar terhadap semua pembicaraan. Pemimpin
Kongres Moh. Tabrani pandai menjaga jangan sampai terjadi perpecahan, karena
setiap pembicaraan yang menjurus kearah perbedaan adat dan pandangan, segera
diambil jalan tengah untuk dinetralisasi.
Oleh
karena itu, dalam kongres banyak pidato yang berjudul Indonesia Bersatu para
pemuda diharapkan memperkuat rasa persatuan yang harus tumbuh untuk mengatasi
kepentingan golongan, agama, dan daerah. Juga secara jelas diuraikan tentang
Sejarah Perjuangan Indonesia dan ditekankan masalah- masalah yang perlu
mendapat perhatian pemuda untuk meresapkan dan dihayati dalam rangka mencapai
cita – cita Indonesia merdeka.
Hasil utama yang
dicapai dalam Kongres Pemuda I itu, antara lain ialah sebagai berikut :
a.
Mengakui dan menerima
cita-cita persatuan Indonesia (walaupun dalam hal ini masih tampak samar –
samar)
b.
Usaha untuk
menghilangkan pandangan adat dan kedaerahan yang kolot, dan lain – lain.
Jadi,
para peserta memang menyadari bahwa pada saat itu masih sulit untuk membentuk
kebulatan tekad dalam perjuangan mencapai cita – cita Nasional. Selain itu,
belum banyak para anggota Perhimpunan Indonesia yang kembali ke tanah air dan
juga belum ada anggota Perhimpunan Indonesia yang mengikuti Kongres pemuda I
tersebut. Oleh karena itu, cita-cita untuk mencapai persatuan memang belum
kuat.
2)
Kongres
Pemuda II
Ide penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua
berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), sebuah organisasi
pemuda yang beranggota pelajar dari seluruh Indonesia. Kongres Pemuda II
berlangsung pada 27-28 Oktober dalam tiga tahap rapat. Rapat pertama
berlangsung di gedung Katholieke Jongelingen Bond di Waterlooplein (sekarang
Lapangan Banteng), lalu dipindahkan ke Oost Java Bioscoop di Konigsplein Noord
(sekarang Jalan Medan Merdeka Utara), dan kemudian Gedung Kramat 106 baru
dipakai untuk rapat ketiga sekaligus penutupan rapat.
Kalau pada bulan April 1926 telah berlangsung
Kongres Pemuda I yang bias dikatakan belum berhasil sesuai dengan yang di
harapkan, maka dalam Kongres Pemuda II benar – benar dapat memenuhi harapan
bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun kongres Pemuda I tidak dapat dikatakan
gagal total karena telah berhasil meletakkan dasar – dasar perstuan.
Dalam Kongres Pemuda I belum banyak orang –
orang bekas anggota Perhimpunan Indonesia yang ikut membantu pembicaraan sejak
persiapan maupun dalam persidangan. Sedangkan dalam kongres Pemuda II telah
banyak orang – orang bekas anggota Perhimpunan Indonesia yang secara aktif
mengambil bagian dalam persiapan sampai dengan pelaksanaan Kongres.
Adapun tujuan Kongres Pemuda Indonesia II (yang
kemudian dikenal dengan tujuan Sumpah Pemuda) adalah sebagai berikut:
a) Melahirkan cita-cita semua perkumpulan
pemuda-pemuda Indonesia,
b) Membicarakan beberapa masalah pergerakan
pemuda Indonesia,
c) Memperkuat kesadaran kebangsaan Indonesia dan
memperteguh persatuan Indonesia.
Kongres
dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi menjadi tiga pertemuan.
Pertemuan pertama, Sabtu, 27 Oktober, 1928, di laksanakan di Gedung Katholieke
Jongenlingen Bond (GOC), Waterlooplein sekarang Lapangan Banteng. Dalam
sambutannya, Ketua GN Sugondo Djojopuspito berharap konferensi ini akan
memperkuat semangat persatuan di benak pemuda. Acara dilanjutkan dengan
penjelasan tentang makna dan Moehammad Yamin hubungan persatuan dengan
pemuda. Menurut dia, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia,
sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan
Pertemuan
kedua, Minggu, 28 Oktober, 1928, di laksanakan di Gedung Oost-Java Bioscoop,
membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi
Mangoensarkoro, berpendapat bahwa anak-anak harus menerima kewarganegaraan
pendidikan, harus ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah.
Anak-anak juga perlu dididik secara demokratis. Acara dilanjutkan
dengan Pertemuan Ketiga yang di laksanakan di gedung Indonesische
Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106, Sunario menjelaskan pentingnya
nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sementara Ramelan
mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional.
Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak dan disiplin diri, hal-hal yang
dibutuhkan dalam perjuangan.
Dari
rapat pertama hingga rapat ketiga, kongres pemuda II ini menghadirkan 15
pembicara, yang membahas berbagai tema. Diantara pembicara yang dikenal, antara
lain: Soegondo Djojopespito, Muhammad Yamin, Siti Sundari, Poernomowoelan,
Sarmidi Mangoensarkoro, dan Sunario.
Sebelum
kongres pemuda II, para pemuda sudah pernah menggelar kongres pertamanya pada
tahun 1926. Tabrani Soerjowitjitro, salah satu tokoh penting dari kongres
pertama, peserta kongres pertama sudah bersepakat menjadikan bahasa melayu
sebagai bahasa persatuan. Akan tetapi, pada saat itu, Tabrani mengaku tidak
setuju dengan gagsan Yamin tentang penggunaan bahasa melayu. Menurut Tabrani,
kalau nusa itu bernama Indonesia, bangsa itu bernama Indonesia, maka bahasa itu
harus disebut bahasa Indonesia dan bukan bahasa Melayu, walaupun unsur-unsurnya
Melayu. Keputusan kongres pertama akhirnya menyatakan bahwa penetapan bahasa
persatuan akan diputuskan di kongres kedua.
Seusai
kongres pemuda ke-II, sikap pemerintah kolonial biasa saja. Bahkan, Van Der
Plass, seorang pejabat kolonial untuk urusan negara jajahan, menganggap remeh
kongres pemuda itu dan keputusan-keputusannya. Van Der Plass sendiri
menertawakan keputusan kongres untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan, mengingat bahwa sebagian pembicara dalam kongres itu justru
menggunakan bahasa Belanda dan bahasa daerah. Soegondo sendiri, meskipun
didaulat sebagai pimpinan sidang dan berusaha mempergunakan bahasa Indonesia,
terlihat kesulitan berbahasa Indonesia dengan baik.
Siti
Sundari, salah satu pembicara dalam kongres pemuda II itu, masih mempergunakan
bahasa Belanda. Hanya saja, dua bulan kemudian, sebagaimana ditulis Dr Keith
Foulcher, pengajar jurusan Indonesia di Universitas Sydney, Australia, Siti
Sundari mulai menggunakan bahasa Indonesia.
Akan
tetapi, apa yang diperkirakan oleh Van Der Plass sangatlah meleset. Sejarah
telah membuktikan bahwa kongres itu telah menjadi "api" yang
mencetuskan persatuan nasional bangsa Indonesia untuk melawan kolonialisme.
Pada
mulanya keras suara dari beberapa pihak, supaya bahasa persatuan hendaknya satu
bahasa yang telah matang,yang dimaksud adalah bahasa Jawa. Dikatakan bahwa
bahasa Jawa telah memiliki jumlah kata dan pengertian yang besar tetapi
sebaliknya penantang-penantang mengatakan bahwa bahasa Jawa bukan bahsa
demokratis tetapi bahasa feudal.Sedangkan rakyat Indonesia akan dibina menjadi
masyarakat yang demokratis.Karena hal ini, Mohammad Yamin kemudian meminta
pendapat dari seorang pakar bahasa Jawa. Beliau berpendapat bahwa bahasa Melayu
yang harus di pakai sebagai bahasa persatuan,karena bahasa Melayu memiliki
banyak kemungkinan untuk berkembang dengan baik seperti bahasa Inggris. Maka
diterimalah bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Rumusan
Kongres Sumpah Pemuda ditulis Moehammad Yamin pada secarik kertas yang
disodorkan kepada Soegondo ketika Mr.Sunario tengah berpidato pada sesi
terakhir kongres (sebagai utusan kepanduan) sambil berbisik kepada Soegondo: Ik
heb een eleganter formulering voor de resolutie (Saya mempunyai suatu formulasi
yang lebih elegan untuk keputusan Kongres ini), yang kemudian Soegondo
membubuhi paraf setuju pada secarik kertas tersebut, kemudian diteruskan kepada
yang lain untuk paraf setuju juga.Sumpah tersebut awalnya dibacakan oleh
Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang-lebar oleh Yamin.(Mohamad Noor
A.S,1985).
Susunan
Panitia Kongres Pemuda II Tahun 1928
Ketua
: Sugondo Djojopuspito (Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia)
Wakil
Ketua : Djoko Marsiad (Jong Java)
Sekretaris
: Muhammad Yamin (Jong Soematranen Bond)
Bendahara
: Amir Sjarifudin (Jong Bataks Bond)
Pembantu
I : Djohan Muh Tjai (Jong Islamieten Bond)
Pembantu
II : Kotjosungkono (Pemuda Indonesia)
Pembantu
III : Senduk (Jong Celebes)
Pembantu IV : J.
Leimena (Jong Ambon) Pembantu V : Rohjani (Pemuda Kaum Betawi)
Poetoesan Congress Pemoeda-Pemoeda Indonesia
Kerapatan Pemoeda-pemoeda Indonesia yang diadakan oleh
perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia yang berdasarkan kebangsaan
dengan namanya:Jong Java,Jong Soematra (pemuda soematra), pemoeda Indonesia,
Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataks Bond, Jong Celebes, Pemoeda
kaoem Betania dan perhimpoenan peladjar-peladjar Indonesia;
Memboeka rapat pada tanggal 27 dan 28 Oktober Tahoen 1928 di
negeri Djakarta;
Sesoedahnya mendengar pidato-pidato dan pembitjaraan yang
diadakan dalam kerapatan tadi;
Sesoedahnya menimbang segala isi-isi pidato-pidato dan
pembitjaraan ini;
Kerapatan laloe mengambil poetoesan:
Pertama KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKU
BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA;
Kedoea KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKU BERBANGSA SATOE,
BANGSA INDONESIA;
Ketiga KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJOENDJOENG BAHASA
PERSATOEAN BAHASA INDONESIA.
Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloerkan
kejakinan, azaz ini wajib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan
kebangsaan Indonesia;
Mengeloearkan kejakinan, Persatoean Indonesia diperboeat dengan
memperhatikan dasar persatoeannja; Kemaoean Sedjarah Bahasa Hoekoem adat
Pendidikan dan Kepandoean
Dan mengeloearkan penghargaan soepaja poetoesan ini disiarkan
dalam segala soerat kabar dan dibatjakan di moeka rapat
perkoempoelan-perkoempoelan kita.
Dalam peristiwa Kongres Pemuda II yang
bersejarah tersebut diperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia untuk yang pertama
kali yang diciptakan oleh W.R. Soepratman. Lagu Indonesia Raya dipublikasikan
pertama kali pada tahun 1928 pada media cetak surat kabar Sin Po dengan
mencantumkan teks yang menegaskan bahwa lagu itu adalah lagu kebangsaan. Lagu
itu sempat dilarang oleh pemerintah kolonial hindia belanda, namun para pemuda
tetap terus menyanyikannya.
Berdasarkan dokumen di atas, Kongres Pemuda II
yang digagas Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI) dan berlangsung 27 -
28 Oktober 1928 menghasilkan suatu Poetoesan Congress
Pemoeda-Pemoeda. Kemudian oleh Muhammad Yamin, kata Poetoesan
Congress Pemoeda-Pemoeda Indonesia diganti dengan Soempah
Pemoeda. Sampai saat ini penggunaan istilah Sumpah Pemuda diterima oleh
semua pihak karena memang isi dari putusan pemuda dalam Kongres Pemuda II tahun
1928 tersebut mengandung pernyataan yang berisi ikrar satu tanah air, satu
bangsa dan satu bahasa yakni Indonesia.
B. Nilai dan Semangat Sumpah Pemuda dalam Bingkai
Bhinneka Tunggal Ika
Isi putusan Kongres Pemuda II merupakan
manifestasi persatuan pemuda Indonesia. Kongres itu dihadiri oleh sekitar 750
orang dari Sembilan organisasi pemuda dan oleh sejumlah tokoh politik seperti,
Soekarna, Sartono dan Sunario. Kongres ini merupakan puncak Integrasi ideologi
nasional dan merupakan peristiwa nasional yang belum pernah terjadi pada
masa itu. Tidak dapat dipungkiri bahwa Kongres itu membawa semangat nasionalisme
ke tingkat yang lebih tinggi hal itu di sebabkan isi putusan seperti terdapat
dalam kalimat “kerapatan mengeloerkan kejakinan, azaz ini wajib dipakai oleh
segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia” dan pada
kalimat “dan mengeloearkan penghargaan soepaja poetoesan ini ……….
dibatjakan di moeka rapat perkoempoelan-perkoempoelan kita” menjadi
landasan perjuangan untuk mencapai kemerdekaan.
Bagi bangsa Indonesia Sumpah Pemuda memiliki
nilai yang tinggi yakni sebagai penegas pentingnya persatuan dalam upaya
mencapai kemerdekaan. Keputusan Kongres Pemuda II yang kemudian dikenal dengan
istilah Sumpah Pemuda merupakan salah satu tonggak sejarah yang penting bagi
bangsa Indonesia. Seperti kita telah ketahui, butir penting Sumpah Pemuda
berisi tentang penegasan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa, yakni
Indonesia. Tiga hal ini merupakan faktor penting bagi negara kita.
Nilai dan semangat lainnya adalah Sumpah
Pemuda merupakan fakta sejarah bahwa pada tanggal 28 oktober 1928 pemuda
Indonesia telah menyatakan satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa yakni
Indonesia. Pernyataan tersebut merupakan bentuk tekad dan semangat
perjuangan rakyat untuk merdeka atau bebas dari kekuasaan kaum kolonialis pada
saat itu. Kondisi ketertindasan di bawah penguasa kolonialis itulah yang
kemudian mendorong para pemuda pada saat itu untuk membulatkan tekad bersatu
demi mengangkat harkat dan martabat hidup rakyat Indonesia. Tekad inilah yang
menjadi komitmen perjuangan rakyat Indonesia hingga berhasil mencapai kemerdekaannya
17 tahun kemudian yaitu pada 17 Agustus 1945.
Sesuai namanya, Keputusan Pemuda (Sumpah
Pemuda) dirumuskan oleh para pemuda. Semangat mereka tentang satu tanah
air, satu bangsa, dan satu bahasa, yakni Indonesia terlihat dari keinginan agar
isi dari keputusan tersebut wajib dipakai oleh sebagai asas dari segala
perkumpulan-perkumpulan kebangsaan Indonesia. Ini berarti dalam diri mereka
telah bangkitkan rasa nasionalisme yang tinggi. Para pemuda tidak lagi berjuang
sendiri, melainkan bersama-sama.
Perlu disadari bahwa Sumpah Pemuda tidak lahir
begitu saja. Banyak hal yang melandasi para pemuda bertekad untuk bersatu. Para
pemuda telah menyadari bahwa dalam bangsa yang beraneka ragam tidak akan bisa
membuat Indonesia merdeka jika berjuang di kelompok sendiri. Ini artinya Sumpah
Pemuda mengadung semangat persatuan dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.
Semangat dan tekad persatuan itu akhirnya menjadi kenyataan setelah tanggal 31
Desember 1930 dalam Konferensi Pemuda di Solo terbentuk “Indonesia Moeda”. Hal
tersebut memberikan bukti bahwa para pemuda kita lebih mengutamakan persatuan
dan kepentingan bangsa daripada kepentingan pribadi, golongan, maupun
kedaerahan. Dengan demikian, kehadiran Indonesia Moeda merupakan pelopor dalam
upaya secara nyata untuk mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa. Puncaknya
dari hasil semangat persatuan akhirnya dapat diwujudkan saat bangsa Indonesia
meraih kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Gambaran di atas menunjukkan bahwa sumpah
pemuda merupakan minitur Bhinneka Tunggal Ika, artinya
sekalipun para pemuda berasal dari berbagai daerah yang pasti memiliki suku,
agama, ras dan golongan yang berbeda namun mereka mengakui satu tanah air, satu
bangsa dan satu bahasa, yakni Indonesia. Berbeda-beda tetapi teta satu jua.
Bung Karno menganggap Sumpah Pemuda 1928
bermakna revolusioner: satu negara kesatuan dari Sabang sampai Merauke,
masyarakat adil dan makmur, dan persahabatan antarbangsa yang abadi. "Jangan
mewarisi abu Sumpah Pemuda, tapi warisilah api Sumpah Pemuda. Kalau sekadar
mewarisi abu, saudara-saudara akan puas dengan Indonesia yang sekarang sudah
satu bahasa, bangsa, dan tanah air. Tapi ini bukan tujuan akhir," kata
Soekarno dalam peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-35 di Istana Olahraga Senayan,
Jakarta, 28 Oktober 1963.
C. Implementasi Nilai dan Semangat Sumpah Pemuda
dalam Bingkai Bhinneka Tunggal Ika
Nilai dan semangat Sumpah Pemuda dalam bingkai
Bhinneka Tunggal Ika adalah kemampuan para pemuda menyatukan berbagai
perbedaan dalam memperjuangkan satu tujuan yakni kemerdekaan bangsa Indonesia.
Implementasi nilai dan semangat Sumpah Pemuda
dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika, antara lain:
1) Pemuda dan seluruh rakyat Indonesia dari semua
golongan harus bersatu dalam berjuang demi kemajuan bangsa Indonesia
2) Pemuda dan seluruh rakyat Indonesia harus
menjadikan kemajemukan adat dan budaya bukan sebagai perbedaan tetapi sebagai
potensi untuk kemajuan bersama.
3) Pemuda dan seluruh rakyat Indonesia menjadikan
Pancasila yang didalamnya mengadung persatuan Indonesia sebagai dasar Negara
dan tidak pernah berkehendak untuk merubahnya.
4) Bangga menjadi sebagai bangsa Indonesia yang
dibuktikan dengan keikutsertaan dalam mengisi kemerdekaan yang telah
diperjuangkan dengan susah payah dengan kegiatan yang positif.
5) Pemuda dan seluruh rakyat Indonesia harus
mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi maupun
kepentingan golongan.
6) Pemuda dan seluruh rakyat Indonesia harus
meningkatkan kepedulian kita terhadap sesama, minimal diawali dari diri kita
sendiri untuk belajar peduli pada sikap dan prilaku kita pada orang tua,
saudara dan lingkungan sekitar.
Tentu masih banyak contoh Implementasi nilai
dan semangat Sumpah Pemuda dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. Silahkan kamu
gali! Nilai dan semangat Sumpah Pemuda dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika
tersebut harus dijadikan pedoman dalam kebangkitan dan kebersamaan seluruh
elemen bangsa. Khususnya bagi pelajar yang merupakan pemuda dan generasi
penerus bangsa, berkewajiban mengisi kemerdekaan dengan kegiatan positif antara
lain dengan giat belajar, taat aturan, toleran dalam pergaulan serta menjungjung
tinggi norma-norma kehidupan.
Selain itu, saat ini nilai dan semangat Sumpah
Pemuda khususnya bagi pelajar juga harus mampu menanamkan sikap kemandirian
untuk tidak tergantung pada situasi dan kondisi yang ada atau menunggu
perhatian dari orang lain. Sehingga generasi muda yang akan datang akan selalu
siap menghadapi segala perubahan dengan kreatifitas serta inovatif dalam
memanfaatkan apa yang tersedia dengan maksimal untuk hasil yang optimal
0 komentar:
Posting Komentar